MEMANG sepintas tak ada yang berbeda, ketika mengunjungi Kampung Garduh, Desa Datarnangka, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).
Kehidupan mereka tetap seperti layaknya kehidupan kampung biasa. Keramahan dan kekeluargaannya masih terasa. Mungkin hanya satu yang membedakan. Suasana bising terdengar hampir di setiap sudut rumah mereka.
-----------------
Laporan : Nurpalah, Sukabumi
----------------
Mungkin sebagian besar warga Sukabumi tak begitu kenal dengan Kampung Garduh. Tapi siapa sangka, wilayah yang dihuni hampir 800 Kepala Keluarga (KK) ini sudah terkenal di kancah internasional.
-----------------
Laporan : Nurpalah, Sukabumi
----------------
Mungkin sebagian besar warga Sukabumi tak begitu kenal dengan Kampung Garduh. Tapi siapa sangka, wilayah yang dihuni hampir 800 Kepala Keluarga (KK) ini sudah terkenal di kancah internasional.
Memang, polesan batu akik lah yang membuat daerah yang 95 persen warganya tersebut berprofesi sebagai pengrajin batu akik terkenal.
Usut punya usut, memang keahlian masyarakat di daerah tersebut merupakan keahlian turun temurun. Makanya tak heran, jika masalah kualitas polesan batu akik juga batu untuk aksesoris lainnya, tak bisa diragukan lagi. Anak-anak SD di daerah tersebut berani diadu, dalam hal memoles batu dengan orang dari luar kampung tersebut.
Bahkan, sang pengusaha di daerah itu berani memberikan upah lebih besar ketimbang warga luar yang sudah lebih dahulu bekerja di sana. Berkat keahlian itulah, kesejahteraan masyarakat juga ikut terangkat. Alhasil, dengan mendunianya polesan batu akik, membuat beban para orang tua di kampung tersebut berkurang.
Kalau biasanya ingin mengkredit kendaraan semisal motor, tentu orang tuanya ikut memutar otak. Entah itu memikirkan biaya uang muka ataupun setorannya. Tapi bagi warga di kampung ini, mereka yang masih duduk di bangku kelas V SD pun sudah mampu memiliki motor idamannya sendiri.
Mereka tak perlu merepotkan kedua orang tuanya untuk membayar cicilan maupun uang muka. Dengan penghasilan setiap harinya sebagai buruh poles batu akik, penghasilan mereka sudah di atas rata-rata.
"Awalnya memang saat anak-anak di sini meminta uang jajan ke orang tuanya, pasti ke tempat pemolesan batu. Di situ mereka kadang memperhatikan dan akhirnya dengan sendirinya bisa. Makanya kami lebih memilih bekerja di sini ketimbang di luar yang harus dididik kembali," tutur pengrajin batu akik Kampung Garduh, Syarief.
Memang kehidupan anak-anak di Kampung Gaduh tak seperti kebanyakan orang. Setelah mereka pulang sekolah, langsung bergegas ke tempat pemolesan batu. Setiap harinya, tak kurang dari satu kodi batu akik yang mereka hasilkan.
"Kadang setelah mengaji pun, mereka tetap bekerja untuk mendapat penghasilan tambahan," bebernya.
Tapi diakui Syarief, pekerjaan tersebut tak dilakukan secara terpaksa. Mereka memilih sendiri jalan hidupnya. Begitupun dengan dunia pendidikan. Anak-anak di kampung tersebut tak ada yang putus sekolah, meski nyambi bekerja sebagai kuli poles batu akik.
"Tak ada. Semuanya tetap sekolah, bahkan kami bisa menjamin tak ada yang harus putus sekolah hanya gara-gara masalah biaya," tuturnya.
Dengan keahlian yang tumbuh sejak kecil itu, perputaran roda ekonomi di kampung ini meningkat drastis. Berkat kepiawaian mereka yang terus terasah ketika beranjak dewasa, tak sedikit dari mereka khususnya yang usianya sudah mencapai 25 tahun ke atas bisa membeli mobil sendiri.
"Sekarang lihat saja ketika masuk dari gerbang sampai sini. Rata-rata di depan rumah sudah ada mobil. Itu merupakan hasil dari pekerjaannya menjadi pengrajin ataupun pekerja pemoles batu akik," paparnya.
Salah satu pekerja, Saleh mengaku, saat ini sudah punya motor sendiri. Padahal, jika dilihat dari usianya ia baru duduk di kelas V SD. "Alhamdulillah, saya udah bisa beli motor sendiri," tuturnya dengan polos.
Memang selepas pualng sekolah langsung memoles batu. Dalam satu hari, Saleh sudah mampu menghasilkan dua kodi batu akik lebih. "Kalau lagi semangat ya hasilnya juga lumayan banyak," akunya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar